Mengenang 13 tahun Tragedi berdarah Beutong Ateuh
Tragedi Beutong Ateuh yang terjadi pada tanggal 23 Juli 1999 merupakan peristiwa pelanggaran berat HAM yang menimpa warga sipil yaitu Teungku Bantaqiah dan para santrinya di Kec. Beutong Ateuh, Kabupaten Nagan Raya.
Praktek penyalahgunaan wewenang oleh aparat negara dimasa lalu dalam menangani konflik bersenjata diyakini sebagai sebab terus berulangnya kasus yang sama di berbagai tempat di bumi Aceh. (Baca: Menguak Tragedi di beutong Ateuh)
Setahun setelah peristiwa Beutong Ateuh terjadi pemerintah telah menggelar Pengadilan Koneksitas dengan memvonis sebanyak 24 (dua puluh empat) prajurit TNI dan 1 (satu) orang warga sipil. Akan tetapi dalam kasus ini negara belum sepenuhnya bersandarkan pada hukum normatif hak asasi manusia yang menekankan kewajiban negara untuk melakukan reparasi terhadap korban pelanggaran berat HAM di samping kewajiban untuk menggelar pengadilan HAM.
Pada penyelesaian kasus Beutong Ateuh, negara hanya berhenti pada vonis pelaku melalui pengadilan koneksitas (bukan melalui mekanisme yudisial HAM) tanpa dibarengi dengan proses pemulihan fisik, phiskis dan ganti rugi yang layak terhadap korban yang masih hidup maupun terhadap ahli waris yang menanggung penderitaan akibat peristiwa tersebut.
Secara umum korban memaparkan ketidakpuasan mereka atas proses hukum yang berlangsung terhadap kasus pembantaian Tgk. Bantaqiah, apalagi pasca peristiwa (1999) sampai saat ini pihak korban/ahli waris mengakui belum mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah, terutama berkaitan dengan keterjaminan penghidupan para janda serta keberlanjutan pendidikan anak-anak mereka.
Peringatan 12 tahun tragedi Beutong Ateuh paling tidak dapat diartikan sebagai bentuk kepedulian dan solidaritas kepada para syuhada dan keluarga yang ditinggalkan. Tragedi ini cukup menjadi pengalaman buruk bagi kita dan generasi bangsa di masa mendatang.[kntrs07]
0 comments:
Post a Comment
komentar anda...