brat ipoh :D

Latest News

Mahasiswa: SBY Khianati Aceh

Laporan Yarmen Dinamika I Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Mahasiswa dan Pemuda Peduli Perdamaian Aceh (M@PPA) menilai tahun ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengkhianati rakyat Aceh karena hingga sembilan tahun MoU Helsinki ditandatangani pihak RI dan GAM, bahkan sampai masa jabatan Presiden SBY hampir berakhir, belum seluruh regulasi turunan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) direalisasikannya.
"Hari ini gelap sembilan tahun perdamaian di Aceh, tapi perdamaian ini rasanya tidak seimbang dengan pengorbanan rakyat Aceh pada masa konflik. Ini karena MoU Helsinki dan UUPA yang seharusnya dijadikan starting point untuk menyelesaikan berbagai tindak kekerasan di masa konflik maupun untuk mengisi perdamaian berkelanjutan di Aceh, belum semua regulasinya ditandatangani Presiden SBY," kata Juru Bicara M@PPA, Azwar AG yang mengirim pernyataan sikap lembaga yang dipimpinnya kepada Serambi, Jumat (15/8/2014) bertepatan dengan peringatan sembilan tahun perdamaian Aceh yang dimediasi Martti Ahtiasaari di Helsinki, Finlandia.
Dia ingatkan, di dalam UUPA ada sembilan PP dan tiga Perpres yang harus diselesaikan oleh pemerintah pusat. Ironisnya, sampai detik ini, baru tiga PP dan dua Perpres yang selesai. Padahal di antara PP dan Perpres itu ada yang sangat dibutuhkan Aceh. Masing-masing PP tentang Pengelolaan Bersama Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi di Aceh, PP tentang Kewenangan Pemerintah yang Bersifat Nasional di Aceh, serta Perpres tentang Pertanahan.
Hal yang sama, menurutnya, juga terjadi pada implementasi MoU Helsinki. Ada sekitar delapan poin penting di dalam MoU itu yang belum direalisasikan. Misalnya, pembentukan Pengadilan HAM untuk Aceh (Pasal 2.2), pembentukan Komisi Bersama Penyelesaian Klaim (Pasal 3.2.6); dan yang terakhir Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) sebagai wujud pemberian rasa keadilan secara nyata bagi rakyat Aceh yang menjadi korban kebiadaban konflik Aceh secara sistematis.
Ia juga menyesalkan mengapa Qanun KKR Aceh yang sudah disahkan DPRA bersama Pemerintah Aceh malah ditolak oleh Mendagri. "Ini membuktikan Presiden SBY dan jajaran kementeriannya  tidak serius  menyelesaikan masalah Aceh. Dan ini jelas telah mengkhianati rakyat Aceh dengan cara tidak mengimplementasikan butir-butir MoU Helsinki dan UUPA," tukasnya.
Untuk mewujudkan Pemerintahan Aceh yang bermartabat dalam bingkai perdamaian, lanjut Aswar, seharusnya Pemerintah RI melaksanakan dan menjalankan butir-butir MoU Helsinki dan turunan (derivasi) UUPA secara holistik (menyeluruh). "Namun, sampai detik ini pemerintah pusat belum sepenuhnya rela dan ikhlas Aceh damai dalam bingkai NKRI," kata Azwar.
Kepercayaan rakyat Aceh terhadap Presiden SBY dengan memberikan suara penuh kepadanya pada Pilpres 2009 sebesar 93%, kata Azwar, mestinya itu diingat oleh Presiden SBY dan pasangannya, Prof Boediono. "Jangan sampai ibarat air susu dibalas dengan air tuba," kata Azwar.
Dengan pertimbangan itu, lanjut Azwar, M@PPA meminta Presiden SBY untuk segera memberi jawaban yang konkret atas penyelesaian regulasi turunan UUPA itu. "Apabila pemerintah pusat, dalam hal ini Presiden SBY, melanggar janji dan kewajibannya, maka kami meminta kepada Gerakan Aceh Merdeka untuk membawa permasalahan ini kembali ke dunia international, yaitu ke CMI dan negara-negara Uni Eropa, sebagai pelopor dan meditor dalam perundingan Pemerintah RI dengan GAM di Helsinki. Jika perlu, wanprestasi Pemerintah RI ini kita persoalkan sampai ke PBB sebagai wasit perdamaian dunia," demikian Azwar AG.
Dalam pidato kenegaraan yang disampaikan Presiden SBY tanggal 15 Agustus pagi juga tidak disinggung sedikit pun tentang PP dan Perpres turunan UUPA yang masih ditunggu-tunggu rakyat Aceh itu. (*)
Serambinews
no image
  • Open ID Comments
  • Facebook Comments
Top