Satu unit truk batubara BL 8482 EA sedang mengisi solar subsidi di SPBU Kuta Padang, Meulaboh, Aceh Barat, Selasa (3/6.SERAMBI/RIZWAN |
“Tim pengawas BBM ini mandul dan tak ada gunanya, karena perampasan solar jatah masyarakat oleh pelaku industri, terjadi di depan mata kita semua,” kata Fitriadi kepada Serambi, Selasa (3/6).
Jika tim tersebut memang bekerja sesuai tugas dan fungsinya, Fitriadi menantang tim tersebut untuk menjatuhkan sanksi bagi pelaku penggelapan solar, atau mencabut izin SPBU yang menjual kepada pihak yang tak berhak menggunakan BBM bersubsidi itu.
“Kami minta tim pengawas melaporkan pelakunya ke polisi, serta mencabut izin SPBU-nya. Sebab solar bersubsidi ini jatah masyarakat,” katanya, sambil menambahkan bahwa potensi adanya korupsi yang melibatkan petugas pemerintah dalam kasus kelangkaan solar ini, sangat jelas indikasinya.
Berdasarkan amatan Serambi di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), Selasa kemarin, antrean panjang para pemburu solar masih terjadi, meskipun pihak Pertamina sudah menambah pasokan solar ke sejumlah SPBU di Meulaboh dan sekitarnya.
“Dalam barisan nelayan dan angkutan umum yang masih mengantre solar, terdapat armada pengangkut batu bara dan sawit yang ikut antre membeli solar di SPBU Meulaboh. Ini bisa dilihat ulang dari CCTV yang ada di hampir setiap SPBU,” ungkapnya.
Dia menyayangkan, di saat pihak industri membutuhkan tambahan pasokan solar untuk menggenjot hasil produksinya, pemerintah belum juga membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di Aceh Barat. Sehingga nelayan yang membutuhkan solar untuk aktivitas melaut, menjadi korban yang paling merasakan dampak dari praktik jual-beli solar secara ilegal.(riz)tribunnews