Al Qaida Irak akui serangan di penjara Tikrit |
Baghdad - Kelompok Al Qaida di Irak hari Jumat mengaku bertanggung jawab atas serangan mematikan bulan lalu di sebuah penjara di kota wilayah utara, Tikrit, yang berhasil membebaskan puluhan anggota mereka.
Dalam sebuah pernyataan yang dipasang di situs berita militan, kelompok Negara Islam Irak (ISI) memberikan penjelasan terinci mengenai bagaimana mereka menyediakan "bom, sabuk peledak dan senapan berperedam suara untuk para tahanan dan berkoordinasi dengan mereka", sementara militan di luar penjara membunuh sipir dan meledakkan sebuah bom mobil, lapor AFP.
Pada malam 27 September, "sebuah bom mobil meledak di luar pintu gerbang utama" penjara itu, yang membuat tahanan yang dibantu militan dari luar berhasil melarikan diri, kata kelompok tersebut di situs berita Honein.
Tahanan merampas senjata sipir dan membunuh mereka sebelum "menguasai penjara", kata ISI dalam pernyataan itu, dengan menambahkan bahwa militan membakar "arsip-arsip penjara dan menghancurkan dokumen mengenai tahanan dan orang yang diburu".
Serangan itu berhasil membebaskan "puluhan gerilyawan", katanya.
Pihak berwenang Irak menyatakan, 102 tahanan melarikan diri selama insiden itu, termasuk 47 anggota ISI. Para pejabat kemudian mengatakan, 23 tahanan ditangkap lagi dan empat orang tewas beberapa jam setelah penyerbuan itu.
Serangan terhadap penjara itu berlngsung di tengah meningkatnya kekerasan di Irak.
Pemerintah Irak mengumumkan September sebagai bulan paling mematikan dalam waktu lebih dari dua tahun, dengan jumlah korban tewas dalam serangan mencapai 365.
Statistik yang disusun kementerian-kementerian kesehatan, dalam negeri dan pertahanan menunjukkan bahwa 182 warga sipil, 88 polisi dan 95 prajurit tewas dalam serangan-serangan pada September.
Menurut data itu, 683 orang cedera -- 453 warga sipil, 110 polisi dan 120 prajurit.
Jumlah korban pada September itu merupakan angka tertinggi yang diumumkan pemerintah sejak Agustus 2010, ketika 426 orang tewas dan 838 cedera dalam serangan-serangan.
Sepanjang Agustus, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas sumber-sumber keamanan dan medis, 278 orang tewas dalam serangan-serangan di Irak.
Serangan-serangan itu berlangsung setelah pemerintah Irak mengumumkan bahwa 325 orang tewas dalam kekerasan di Irak sepanjang Juli, yang menjadikannya sebagai bulan paling mematikan di negara itu dalam waktu hampir dua tahun.
Angka dari pemerintah biasanya lebih rendah daripada yang diberikan oleh sumber-sumber lain, namun jumlah korban pada Juli itu lebih tinggi dibanding dengan data yang dihimpun oleh AFP berdasarkan laporan dari aparat-aparat keamanan dan petugas medis.
Menurut hitungan AFP, sedikitnya 278 orang tewas dan 683 cedera akibat kekerasan di Irak sepanjang Juli, sedikit lebih rendah daripada angka pada Juni.
Irak dilanda kekerasan yang menewaskan ratusan orang dan kemelut politik sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.
Selain bermasalah dengan Kurdi, pemerintah Irak juga berselisih dengan kelompok Sunni.
Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni. (M014)
Editor: B Kunto Wibisono(ANTARA
News)