BANDA ACEH - Seorang warga Gampong Lampasie Engking, Kecamatan Darul
Imarah, Aceh Besar berinisial SS, diusir dari gampong itu karena diduga
mengajarkan aliran menyimpang dalam pengajian di rumahnya. Pria ini
diamankan polisi sejak Rabu (28/5) malam hingga Kamis dini hari, setelah
sidang di meunasah gampong itu diputuskan bahwa pengajian yang
diajarkannya selama ini menyimpang dari ajaran Islam.
Menurut sumber yang pertama kali memberitahukan hal ini kepada Serambi kemarin, SS sudah lama mengadakan pengajian di rumahnya, baik diikuti anak-anak maupun orang dewasa. Namun banyak jamaah pengajian akhir-akhir ini merasa apa disampaikan SS tak sesuai ajaran Islam, misalnya rukun iman yang semestinya enam perkara, tapi SS menyatakan terbagi dua.
Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Moffan melalui Kapolsek Darul Imarah, Iptu Machfud ketika dikonfirmasi membenarkan informasi ini. Menurutnya, dugaan menyimpang terhadap pengajian SS sudah dilapor tokoh masyarakat setempat ke muspika setempat, sehingga muspika diundang dalam rapat atau sidang terhadap SS di meunasah gampong pada Rabu (28/5) sekitar pukul 21.00 WIB hingga pukul 01.00 WIB dini hari.
“Selain unsur muspika, termasuk ulama mewakili kecamatan, dalam sidang itu juga diikuti pimpinan pesantren dari Kecamatan Darul Imarah, seperti Tgk Supriadi dan Abu Mekkah yang ikut bertanya kepada SS tentang apa saja yang diajarkannya sekaligus menguji kebenaran ilmu Islam yang bersangkutan. Secara detail kami tak tahu, apa yang diajarkan sehingga pengajian SS dinyatakan menyimpang,” kata Machfud.
Pasalnya, kata Kapolsek, mereka hanya fokus menjaga keamanan karena dalam sidang itu, selain dihadiri para imam masjid di kecamatan tersebut, juga dihadiri sekitar 300 warga Lampasie Engking dan gampong lain. “Intinya dalam sidang itu, SS mengakui kesalahannya dan bersedia menandatangani suat pernyataan bahwa ia tak mengadakan pengajian lagi di gampong tersebut, maupun tempat lain,” kata Machfud.
Namun, hingga malam tadi belum diperoleh konfirmasi dari Tgk Supriadi dan Abi Beutong terkait ilmu diajarkan SS yang diduga menyimpang. Kedua ulama dayah yang ikut menyidangkan SS itu, tak mengangkat ponsel dan tak menjawab sms Serambi yang mempertanyakan hal ini. Konfirmasi juga belum diperoleh dari SS.
Kapolsek juga mengatakan, di luar pernyataan tertulis, warga yang memadati meunasah saat sidang itu meminta SS tak tinggal lagi di gampong itu, meski SS yang asli Teunom, Aceh Jaya, sudah lama menetap di rumahnya di gampong itu. “Memang secara kasar tak ada yang mengusirnya, tetapi SS merasa terancam dan meminta pengamanan ke polisi. Karena itu, ia kita amankan ke Mapolsek hingga dia merasa aman dan menemukan tempat tinggal di gampong lain,” ujar Machfud.
Kapolsek menambahkan SS dari awal juga sudah menyatakan bersedia pindah ke tempat lain, apalagi sehari sebelum sidang itu, ia mengaku didatangi 20 pemuda mempersoalkan pengajiannya, meski hal ini tak dilapor SS ke polisi. “Kita juga sudah meminta ke perangkat gampong untuk menjaga rumah SS dan nanti akan tetap mengamankan ketika barang dari rumahnya dipindahkan ke tempat lain,” demikian Kapolsek.(sal)aceh.tribunnews
Menurut sumber yang pertama kali memberitahukan hal ini kepada Serambi kemarin, SS sudah lama mengadakan pengajian di rumahnya, baik diikuti anak-anak maupun orang dewasa. Namun banyak jamaah pengajian akhir-akhir ini merasa apa disampaikan SS tak sesuai ajaran Islam, misalnya rukun iman yang semestinya enam perkara, tapi SS menyatakan terbagi dua.
Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Moffan melalui Kapolsek Darul Imarah, Iptu Machfud ketika dikonfirmasi membenarkan informasi ini. Menurutnya, dugaan menyimpang terhadap pengajian SS sudah dilapor tokoh masyarakat setempat ke muspika setempat, sehingga muspika diundang dalam rapat atau sidang terhadap SS di meunasah gampong pada Rabu (28/5) sekitar pukul 21.00 WIB hingga pukul 01.00 WIB dini hari.
“Selain unsur muspika, termasuk ulama mewakili kecamatan, dalam sidang itu juga diikuti pimpinan pesantren dari Kecamatan Darul Imarah, seperti Tgk Supriadi dan Abu Mekkah yang ikut bertanya kepada SS tentang apa saja yang diajarkannya sekaligus menguji kebenaran ilmu Islam yang bersangkutan. Secara detail kami tak tahu, apa yang diajarkan sehingga pengajian SS dinyatakan menyimpang,” kata Machfud.
Pasalnya, kata Kapolsek, mereka hanya fokus menjaga keamanan karena dalam sidang itu, selain dihadiri para imam masjid di kecamatan tersebut, juga dihadiri sekitar 300 warga Lampasie Engking dan gampong lain. “Intinya dalam sidang itu, SS mengakui kesalahannya dan bersedia menandatangani suat pernyataan bahwa ia tak mengadakan pengajian lagi di gampong tersebut, maupun tempat lain,” kata Machfud.
Namun, hingga malam tadi belum diperoleh konfirmasi dari Tgk Supriadi dan Abi Beutong terkait ilmu diajarkan SS yang diduga menyimpang. Kedua ulama dayah yang ikut menyidangkan SS itu, tak mengangkat ponsel dan tak menjawab sms Serambi yang mempertanyakan hal ini. Konfirmasi juga belum diperoleh dari SS.
Kapolsek juga mengatakan, di luar pernyataan tertulis, warga yang memadati meunasah saat sidang itu meminta SS tak tinggal lagi di gampong itu, meski SS yang asli Teunom, Aceh Jaya, sudah lama menetap di rumahnya di gampong itu. “Memang secara kasar tak ada yang mengusirnya, tetapi SS merasa terancam dan meminta pengamanan ke polisi. Karena itu, ia kita amankan ke Mapolsek hingga dia merasa aman dan menemukan tempat tinggal di gampong lain,” ujar Machfud.
Kapolsek menambahkan SS dari awal juga sudah menyatakan bersedia pindah ke tempat lain, apalagi sehari sebelum sidang itu, ia mengaku didatangi 20 pemuda mempersoalkan pengajiannya, meski hal ini tak dilapor SS ke polisi. “Kita juga sudah meminta ke perangkat gampong untuk menjaga rumah SS dan nanti akan tetap mengamankan ketika barang dari rumahnya dipindahkan ke tempat lain,” demikian Kapolsek.(sal)aceh.tribunnews