Akhir April lalu, Geert Wilders melawat ke New York, Amerika Serikat. Ia hadir dalam peluncuran bukunya Marked for Death: Islam’s War Against the West and Me, dilansir oleh Regnery, penerbitan dari kelompok sayap kanan di negara adikuasa itu. Dalam memoarnya itu, ia mengungkapkan semua upaya kerasnya menghentikan Islamisasi di Eropa.
Dalam perjalanan keliling di Amerika, pemimpin Partai Kebebasan beraliran ultranasionalis ini bangga menggambarkan dirinya sebagai buronan kelompok Islam radikal. Ia boleh jadi tokoh anti-muslim tersohor di dunia saat ini.
Setelah meluncurkan film Fitna empat tahun lalu, namanya kian menggema. Film dokumenter sepanjang 17 menit itu menyampaikan Islam mengajarkan terorisme, antisemitisme, dan kekerasan terhadap perempuan. Fitna juga menuding Al-Quran mendorong kaum muslim membenci semua yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Wilders sudah lebih dulu populer di negaranya. Politikus asal Belanda ini menyerukan menghentikan penyebaran Islam di negeri Kincir Angin itu. Ia juga melarang peredaran Al-Quran yang ia samakan dengan Mein Kampf (buku karangan Adolf Hitler). Ia juga menuntut tidak ada lagi pembangunan masjid baru di seantero Belanda.
Tapi tak banyak tahu, Wilders sempat berpidato di lembaga pemikir the Gatestone Institute pada 30 April. Tiap tamu mesti membayar USD 10 ribu buat mendengarkan cerita Wilders mengenai pengadilan terhadap dirinya atas dakwaan menyebarkan kebencian dan diskriminasi itu. Namun Juni tahun lalu, ia bebas dari semua tuduhan itu.
Ia yakin hal itu tidak akan terjadi di Amerika. “Islam ideologi berbahaya lebih dari sekadar agama. Ideologi kekerasan ini ingin menerapkan syariat Islam ke seluruh dunia, termasuk kita kaum kafir.
Kita sedang menghadapi Islam ancaman terbesar bagi kebebasan," kata Wilders seperti dilansir surat kabar the Nation, Rabu pekan lalu.
Sahabat Menteri Luar Negeri Israel Avigdor Lieberman ini juga menyatakan dukungan terhadap kelangsungan Israel. “Perjuangan mereka adalah perjuangan kita. Kita seharusnya memberi dukungan.”
Tentu saja pidato anti-Islam sekaligus pro-Israel Wilders disambut tepuk membahana hadirin, termasuk pendiri dan direktur the Gatestone Institute Nina Rosenwald. Dengan kekayaannya, ia telah menggelontorkan jutaan dolar buat mendukung kampanye membenci Islam sekaligus menyokong Zionis.
Dana itu disalurkan lewat Dana Keluarga William Rosenwald, yayasan nirlaba buat mengenang ayahnya, dermawan keturunan Yahudi yang membentuk organisasi Seruan Yahudi Bersatu pada 1939.
Motif politik Nina lebih kentara ketimbang ayahnya, William Rosenwald. Menurut laporan berjudul ‘Fear In.’ dilansir oleh the Center for American Progress, ahli waris jaringan ritel Sears Roebuck ini bersama saudaranya, Elizabeth Varet, telah menyumbang lebih dari USD 2,8 juta sejak 2000 ke pelbagai organisasi mengembuskan ketakutan terhadap Islam.
Nina juga masuk jajaran pimpinan AIPAC (Komite Urusan Publik Amerika-Israel), lembaga lobi paling berkuasa di Amerika Serikat. Ia juga Wakil Presiden the Jewish Institute for National Security Affairs yang telah melatih ribuan aparat hukum Amerika serta pejabat militer dan polisi Israel.
Gatestone Institute juga menerbitkan tulisan-tulisan pelbagai tokoh, mulai dari pengacara pro-Israel, Alan Dershowitz hingga ahli propaganda anti-jihad, Robert Spencer dan Harold Rhode, mantan pejabat Pentagon (Departemen Pertahanan Amerika) turu mendorong pemerintahan George Walker Bush menyerbu Irak pada 2003.
Satu dekade lalu, Nina juga menyokong Brigitte Gabriel, mantan pembawa acara televisi Libanon, pada 2006 menyebut kaum muslim tidak punya ruh, mereka seperti mayat diciptakan buat membunuh dan merusak.
Ia juga menggelontorkan USD 437 ribu kepada Frank Gaffney, bos lembaga pemikir Pusat Kebijakan Keamanan. Lewat fulus itu, dua tahun lalu ia menyebarkan selebaran berjudul Syariah: Ancaman Buat Amerika. Isinya, memperingatkan seluruh rakyat Amerika mengenai jihad tersembunyi untuk menerapkan syariah di negara adidaya itu.
Ia juga tidak segan menyumbang kepada para pemikir Islam sesat yangkian mendapat sorotan media selepas serangan 11 September 2001. Mereka yang menerima kebaikan Nina itu, termasuk Irshad Manji, pengarang buku Beriman Tanpa Rasa Takut (2005) dan Allah, Liberty, and Love (2012). Lima tahun lalu, ia memberikan USD 10 ribu buat mendukung Proyek Ijtihad dijalankan oleh Irshad Manji.
“(Gerakan) ketakutan atas Islam mendapat banyak pengikut dari kalangan Yahudi dan mempengaruhi kehidupan Yahudi Amerika,” kata Henry Siegman, bekas direktur eksekutif Kongres Yahudi Amerika.
sumber: merdeka.com
0 comments:
Post a Comment
komentar anda...