Ada dua janji Gubernur - Wakil Gubernur Aceh yang terpilih periode 2012-2017, diantara sekian banyak janji-janji pada masa kampanye yang telah ditetapkan bulan April yang lalu. Yaitu mengibarkan bendera Bulan Bintang dan Pasport sebagai Identitas.
Sepertinya
dua janji ini hampir terlupakan, karena tidak dimasukkan ke dalam 21
janji Zaini Abdullah-Muzakir Manaf (Gubernur - Wakil Gubernur Aceh
terpilih) pada pelantikannya bulan kemarin.
Menurut
saya, kedua janji ini sangat bagus dalam menentukan akan kekhususan
Aceh dari daerah-daerah lain yang berada dalam wilayah NKRI. Apabila
janji ini bisa diwujudkan dalam masa kepemimpinan Zaini Abdullah-Muzakir
Manaf (ZIKIR), maka Aceh akan nampak jelas kekhususan dan keunikannya
sebagai daerah super Istimewa. Karena mempunyai bendera sendiri dan
paspor sebagai Identitas.
Apa
namanya kalau suatu daerah sudah mempunyai bendera dan paspor sendiri,
kalau bukan Merdeka. Jangan salah menilai, merdeka disini adalah suatu
kebebasan yang diberikan kepada Aceh untuk mengelola daerahnya sendiri,
akan tetapi masih dalam wilayah dan pengawasan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Hal ini sesuai dengan MoU Helsinky, sebuah perjanjian
damai antara Gerakan Aceh Merdeka dengan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Sangat
unik, bukan? Mungkin Aceh akan termasuk pemecah rekor MURI dan akan
dikenal diseluruh penjuru dunia. Daerah-daerah lain yang telah melakukan
pemberontakan dan tidak sanggup untuk memisahkan daerahnya dari negara
yang diberontak, mungkin mereka akan ke Aceh untuk meneliti dan
berpedoman terhadap perdamaian di Aceh.
Bulan Bintang, Bendera Khas Aceh
Aceh
mempunyai otonomi Daerah, Keistimewaan, dan kekhususan. Sehingga Aceh
boleh membuat bendera sendiri, membedakan Aceh dengan daerah-daerah
lain. Hal ini tertuang dalam Poin 1.1.5 MoU Helsinky dan pasal 246
Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang bunyinya:
pasal
246; (1) Bendera Merah Putih adalah bendera nasional dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. (2) Selain Bendera Merah Putih
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Aceh dapat menentukan dan
menetapkan bendera daerah Aceh sebagai lambang yang mencerminkan
keistimewaan dan kekhususan. (3) Bendera daerah Aceh sebagai lambang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan simbol kedaulatan dan
tidak diberlakukan sebagai bendera kedaulatan di Aceh. (4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai bentuk bendera sebagai lambang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Qanun Aceh yang berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
Seperti
janji Gubernur-Wakil Gubernur Aceh 2012-2017, akan membuat bendera Aceh
berlambangkan Bulan Bintang dan mengibarkannya diseluruh pelosok Aceh
ban sigom donya. Isu yang berkembang sampai saat ini adalah Bendera
Bulan Bintang yang diperjuangkan dulunya pada masa konflik, bendera
itulah yang akan dijadikan sebagai bendera khas Aceh dan sah untuk
dikibarkan.
Mimpi
orang Aceh untuk mengibarkan bendera Bulan Bintang di daerahnya sejak
30 tahun yang lalu (sebelum perjanjian damai), akan tercapai kali ini.
Setidaknya harus disyukuri bahwa keinginan untuk mengibarkan bendera itu
telah tercapai, hanya saja tergantung kepada Legislatif dan Eksekutif
dalam merancang dan mengesahkannya.
Bukan
suatu hal yang mudah untuk membuat bendera dan mengibarkannya di Aceh.
Walaupun Legislatif dan Eksekutif telah menyetujui lambang bendera Aceh,
akan tetapi harus diverifikasi terlebih dahulu ke pemerintah pusat.
Pemerintah pusat lah yang akan menentukan boleh dan layak atau tidak
layak bendera tersebut untuk dikibarkan di Aceh. Perlu perjuangan yang
banyak untuk terwujudnya mimpi tersebut.
Sekarang
yang menjadi persoalan adalah Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi tidak
memperbolehkan bendera Aceh yang akan dikibarkan mirip dengan bendera
pemberontak Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Pernyataan demikian akan membuat para Legislatif dan Eksekutif Aceh
harus berfikir banyak dan mencari solusi supaya bendera Bulan Bintang
boleh dikibarkan di Aceh. Apakah tetap harus sama dengan bendera
perjuangannya atau membuat bendera baru tapi tetap ada Bulan Bintangnya.
Passport Sebagai Identitas
Paspor
adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari
suatu negara yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku untuk
melakukan perjalanan antar negara.
Dalam permasalahan passport yang dijanjikan oleh Gubernur Aceh, saya ada dua pendapat. Pertama
adalah pasport yang dijanjikan oleh Gubernur Aceh itu bisa jadi
maksudnya akan digratiskan pembuatan pasport bagi seluruh rakyat Aceh
yang ingin bepergian ke luar negeri. Jika ada rakyat Aceh yang ingin
membuat pasport, maka tidak sesulit seperti belakangan ini.
Kedua
adalah bagi setiap orang yang datang ke Aceh, yang berasal dari daerah
lain (masih dalam wilayah Indonesia) harus membuat sejenis pasport untuk
bisa berkunjung ke daerah Aceh. Diperbatasan Aceh-Medan, Bandara Sultan
Iskandar Muda, dan pelabuhan-pelabuhan akan dibuat pos pemeriksaan
Pasport, dengan demikian akan terdata berapa orang yang masuk, menetap,
dan berkunjung ke Aceh.
Pertanyaan:
Apakah mungkin sejenis pasport akan digratiskan pembuatannya oleh
pemerintah Aceh bagi rakyat Aceh yang menginginkanya? Dan Apakah boleh
Pemerintah Aceh menerapkan peraturan bagi warga Indonesia yang berasal
dari daerah lain untuk berkunjung ke Aceh, harus membuat sejenis
pasport?
Menurut
saya, apabila Pemerintah Aceh punya banyak dana di Kas Daerahnya,
mungkin saja bisa menggratiskan pembuatan pasport bagi rakyat Aceh yang
memerlukannya. Berkaitan dengan penerapan aturan pembuatan sejenis
pasport bagi warga Indonesia yang berasal dari daerah lain, saya kira
itu sangat menarik dan sah-sah saja. Jadi bagi setiap warga Indonesia
dari daerah lain yang berkunjung atau berwisata ke Aceh, harus bisa
menunjukkan pasportnya apabila diminta oleh pihak yang berwajib.
Apabila
segala isi perjanjian yang ada di dalam MoU Helsinky dan Undang-Undang
Pemerintahan Aceh (UUPA) itu bisa dilaksanakan dan berjalan dengan baik
di Aceh, sungguh Aceh akan menjadi daerah terpoluler dari daerah-daerah
lain di Indonesia.
Saya
hanya bisa berharap, sejarah jangan sampai terulang lagi. Seperti
sejarahnya pada masa kepemimpinan Daud Beureu-eh, akibat kekecewaannya
karena jabatan, sehingga Daud Beureu-eh kembali melakukan pemberontakan
dengan Indonesia. Walaupun masih ada sekelompok orang sampai sekarang
yang membela mati-matian nama baik Daud Beureu-eh, tapi menurut saya
bahwa Daud Beureu-eh telah gagal dimasa kepemimpinannya, yang memimpin
bukan atas nama dan kepentingan rakyat, hanya atas nama pribadi dan
kelompok.
Mudah-mudahan,
keistimewaan dan kekhususan Aceh tidak lagi dicampur-adukkan dengan
pemikiran-pemikiran busuk oleh kelompok apapun, yang tujuannya untuk
kembali memberontak dan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Mari kita sama-sama
menikmati kemerdekaan Aceh ini (merdeka dalam NKRI) dengan rasa syukur,
rasa aman, nyaman, dan damai. Semoga Allah meridhai perdamaian yang
telah berlangsung 6 tahun sampai selanjutnya dan semoga tidak terjadi
lagi pemberontakan berupa pembunuhan, intimidasi dan lain sebagainyaKampasiana | aceh Shimbun