Fenomena seks bebas (free sex) di Aceh
belakangan ini ternyata bukan cuma dominasi kalangan remaja dan pelajar.
Tapi bahkan mulai ada sekumpulan wanita dewasa bermain arisan yang
hadiahnya adalah mendapat kesempatan “tidur” dengan lelaki muda
(berondong) yang diupah.
Selain itu, terdapat pula komunitas
remaja putri di Kota Banda Aceh yang siap dipanggil oleh om-om yang
transaksinya dilakukan melalui handphone, kafé, dan hotel.
"Itulah hasil pantauan BP3A belakangan
ini," ungkap Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(BP3A) Aceh, Dahlia MAg yang didampingi Konselor BP3A, Dra Endang
Setianingsing
Semula Dahlia dihubungi untuk
mendapatkan gambaran solusi apa yang ditawarkan dan apa peran yang
dimainkan badan yang dipimpinnya itu untuk mengatasi seriusnya fenomena
seks bebas di Aceh, sebagaimana dilaporkan Serambi kemarin.
Tapi ia justru lebih banyak membeberkan
hasil pantauan lembaganya terkait perilaku seks bebas/seks menyimpang di
sejumlah daerah di Aceh. Salah satunya adalah tentang arisan berhadiah
“berondong” tadi. Cuma Dahlia masih belum mau membeberkan di kota mana
di Aceh arisan berhadiah “berondong” itu berlangsung.
Begitupun, ia dengan gamblang
membeberkan hasil penelitian tahun 2011 di kalangan siswa SMA dan
mahasiswa Banda Aceh yang diklaimnya akurat. Bahwa berdasarkan
penelitian seorang guru SMA, ternyata 6,42 persen seks bebas dilakoni
oleh remaja SMA Banda Aceh dan 12,02 persen oleh mahasiswa. Sebanyak
14,72 persen diantaranya melakukan pelukan dan ciuman dengan pasangannya
dan 1,82 persen melakukan hubungan intim pranikah.
"Umumnya seks bebas itu dilakukan
anak-anak kos yang jauh dari orang tuanya dan tidak mempunyai aturan
ketat dari pemilik kos," ujar Dahlia mengutip hasil penelitian itu.
Namun, menurut penelitian tersebut,
sebagian lagi dilakukan oleh anak-anak yang masih tinggal dengan orang
tuanya. Itu terjadi, karena kurangnya pengawasan orang tua terhadap
pergaulan anaknya.
Dalam penelitian yang hasilnya
diserahkan si peneliti ke BP3A itu terungkap pula bahwa 90 persen siswa
telah terbiasa menonton film porno (blue film) dan 15 persen dari mereka
sudah menjadi kebutuhan. Sehingga untuk melampiaskannya mereka
melakukan masturbasi atau onani.
"Faktor ingin hidup bebas, mewah, dan bersenang-senang juga menjadi pemicu terjadinya seks bebas," ujar Dahlia.
Dari segi psikologi, lanjut Dahlia, hal
itu bisa berdampak pada pendidikan si anak, karena sering melalaikan
tugas-tugas sekolah dan suka memberontak pada guru dan orang tuanya.
Mengantisipasi fenomena yang meresahkan
itu, Dahlia menegaskan kembali pentingnya peran orang tua dalam
mengawasi pergaulan anak-anaknya serta memberikan pendidikan agama
sebagai modal utama dalam menjalani kehidupan.
Tribun | Aceh Shimbun