Aksi protes atas hukuman mati terhadap wanita Sudan Meriam Yehya Ibrahim Ishag (BBC) |
Khartoum - Seorang wanita terpidana hukuman mati di Sudan melahirkan seorang bayi perempuan di lembaga pemasyarakatan dekat Ibukota Khartoum. Bayi Meriam Yehya Ibrahim Ishag lahir dengan kondisi sehat.
Seperti dimuat BBC, Rabu (28/5/2014), pengacara Meriam, Elshareef Ali mengatakan bayi tersebut lahir pada Selasa 27 Mei 2014 pagi di rumah sakit dalam penjara tersebut. Bayi itu diberi nama Maya.
Saat ini, Meriam tengah dirawat di rumah sakit dalam penjara, didampingi suaminya yang berasal dari Sudan Selatan. Meriam diberi izin untuk memberikan air susu ibu (ASI) kepada bayinya selama 2 tahun, sebelum ia dieksekusi.
Menurut Elshareef sang pengacara, Meriam juga punya bayi berusia laki-laki 20 bulan. Selama ini, bayi itu tinggal di penjara bersama Meriam, sejak Februari 2014. Namun dia tak menyebutkan di mana bayi laki-laki itu saat ini.
Meriam tengah menjalani hari-hari menuju waktu eksekusi mati karena dinyatakan bersalah telah murtad dan menikah dengan laki-laki beda agama. Ia akan dihukum gantung 2 tahun mendatang. Sebelum dieksekusi, dia bakal dikenai hukum cambuk 100 kali.
"Kami telah mengajukan banding pada 22 Mei lalu, karena putusan itu bertentangan dengan hukum kebebasan beragama," ujar Elshareef. Namun belum ada tanggapan lanjutan.
Meriam awalnya ditangkap dan didakwa atas tuduhan perzinahan pada Agustus 2013. Namun kemudian Pengadilan Sudan menambahkan dakwaan, Meriam dinyatakan melanggar hukum karena murtad.
Dakwaan dan putusan Pengadilan Sudan pun menuai protes keras dari pegiat HAM. Badan HAM Amnesty International menyatakan putusan vonis mati dari Pengadilan Sudan itu jelas telah melanggar perjanjian internasiona soal HAM.
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat pun mengeluarkan kecaman dan meminta agar Sudan menghormati kebebasan beragama. Namun hingga kini, belum ada tanggapan dari pihak Sudah.
liputan6