JAKARTA - Penyataan mantan Panglima ABRI, Wiranto, soal
keterlibatan Prabowo pada penculikan aktivis tahun 1998, menuai reaksi
beragam. Beberapa pengamat mengungkapkan bahwa sebenarnya persoalan itu
sudah selesai.
“Sebagai persoalan etika profesi militer, sebenarnya masalahnya sudah selesai. Kalau benar seperti yang beredar di Surat Rekomendasi DKP 21 Agustus 1998, secara eksplisit tidak ada opsi yang menyoal masalah penculikan, meski ditengarai ada pelanggaran etika yang dilakukan Prabowo. Mengutip seorang tokoh hukum Indonesia, ini sebenarnya isu yang muncul setiap lima tahun,” ungkap pengamat militer dari Universitas Muhammadiyah Malang, Muhadjir Effendy, Jumat (20/6/2014).
Menurut dia, jenis dan bobot pelanggaran etika militer itu bermacam-macam. “Misalnya ketahuan kawin lagi tanpa izin atasan juga bisa dianggap pelanggaran. Berat-ringannya pelanggaran bisa dilihat dari berat-ringannya sanksi yang dijatuhkan,” tuturnya.
Terkait dengan kasus ini, kata Muhajir, Kepres Nomor 62/ABRI/1998 menyatakan bahwa Letjen Prabowo Subianto diberhentikan dengan hormat dari dinas Keprajuritan ABRI, namun negara berterima kasih atas jasa-jasanya.
Kepres itu sebagai tindak lanjut dari Surat Menhankam/Pangab No. R/811/P-03/15/38/Spers tanggal 18 November 1998 tentang usul pemberhentian dengan hormat dari dinas.
“Saya kurang sependapat kalau konsideran dalam sesuatu keputusan antara ‘diberhentikan dengan hormat’ dengan ‘diberhentikan tidak dengan hormat’ dianggap sama saja oleh Wiranto, karena sebenarnya substansinya berbeda. Hal itu mencerminkan tingkat pelanggaran dan bobot sanksi atas pelanggaran yang dilakukan. Anehnya lagi yang memberi keputusan ini adalah Presiden bukannya Panglima ABRI,” ungkapnya Muhadjir.
Sehingga, lanjut dia, aroma politik kental sekali karena saat itu Habibie dan jajarannya di bawah tekanan rakyat untuk melengserkan Soeharto.
“Pemberhentian Prabowo dianggap sebagai salah satu solusi yang cocok pada saat itu,” ucapnya.
Namun pernyataan Wiranto patut dihargai. “Barangkali dia ingin meluruskan masalah, karena dia Panglima ABRI yang menandatangani rekomendasi. Namun juga patut disayangkan pernyataan itu disampaikan pada saat pilpres. Kebetulan posisinya berseberangan dengan Pak Prabowo,” tuturnya. *okezone
“Sebagai persoalan etika profesi militer, sebenarnya masalahnya sudah selesai. Kalau benar seperti yang beredar di Surat Rekomendasi DKP 21 Agustus 1998, secara eksplisit tidak ada opsi yang menyoal masalah penculikan, meski ditengarai ada pelanggaran etika yang dilakukan Prabowo. Mengutip seorang tokoh hukum Indonesia, ini sebenarnya isu yang muncul setiap lima tahun,” ungkap pengamat militer dari Universitas Muhammadiyah Malang, Muhadjir Effendy, Jumat (20/6/2014).
Menurut dia, jenis dan bobot pelanggaran etika militer itu bermacam-macam. “Misalnya ketahuan kawin lagi tanpa izin atasan juga bisa dianggap pelanggaran. Berat-ringannya pelanggaran bisa dilihat dari berat-ringannya sanksi yang dijatuhkan,” tuturnya.
Terkait dengan kasus ini, kata Muhajir, Kepres Nomor 62/ABRI/1998 menyatakan bahwa Letjen Prabowo Subianto diberhentikan dengan hormat dari dinas Keprajuritan ABRI, namun negara berterima kasih atas jasa-jasanya.
Kepres itu sebagai tindak lanjut dari Surat Menhankam/Pangab No. R/811/P-03/15/38/Spers tanggal 18 November 1998 tentang usul pemberhentian dengan hormat dari dinas.
“Saya kurang sependapat kalau konsideran dalam sesuatu keputusan antara ‘diberhentikan dengan hormat’ dengan ‘diberhentikan tidak dengan hormat’ dianggap sama saja oleh Wiranto, karena sebenarnya substansinya berbeda. Hal itu mencerminkan tingkat pelanggaran dan bobot sanksi atas pelanggaran yang dilakukan. Anehnya lagi yang memberi keputusan ini adalah Presiden bukannya Panglima ABRI,” ungkapnya Muhadjir.
Sehingga, lanjut dia, aroma politik kental sekali karena saat itu Habibie dan jajarannya di bawah tekanan rakyat untuk melengserkan Soeharto.
“Pemberhentian Prabowo dianggap sebagai salah satu solusi yang cocok pada saat itu,” ucapnya.
Namun pernyataan Wiranto patut dihargai. “Barangkali dia ingin meluruskan masalah, karena dia Panglima ABRI yang menandatangani rekomendasi. Namun juga patut disayangkan pernyataan itu disampaikan pada saat pilpres. Kebetulan posisinya berseberangan dengan Pak Prabowo,” tuturnya. *okezone