Banda Aceh | Acehtraffic.com- Mimpi warga Aceh terhadap Proyek pembangunan jalan bebas hambatan (Highway) dari Banda Aceh hingga perbatasan Sumatera Utara sepanjang 550 kilometer yang rencanakan pemerintahan Irwandi-Nazar, kemungkinan gagal teralisasi di pemerintahan Zaini - Muzakkir.
Meski dananya sudah diplot di APBA 2012 untuk tahap I sebesar Rp 300 miliar untuk pembebasan lahan, namun berdasarkan keterangan Ketua DPRA, Drs H Hasbi Abdullah, kemungkinan akan dialihkan untuk melanjutkan pelaksanaan program jalan tembus lintas tengah dan program-program mendesak lainnya.
“Anggaran tersebut rencananya akan dialihkan sesuai dengan rencana program pembangunan infrastruktur jangka menengah Aceh 2012-2017 yang kini sedang disusun Pemerintahan Aceh yang baru.
“Anggaran tersebut rencananya akan dialihkan sesuai dengan rencana program pembangunan infrastruktur jangka menengah Aceh 2012-2017 yang kini sedang disusun Pemerintahan Aceh yang baru.
Gubernur dan Wagub Aceh yang baru ingin melebarkan dan menuntaskan ruas jalan tembus lintas tengah yang dapat menghubungkan pantai timur dengan barat dan Aceh pedalaman,” ujar Ketua DPRA itu kepada Serambi seusai mengunjungi lokasi proyek jalan tembus Jantho (Aceh Besar)-Keumala (Pidie) dan Jantho-Lamno (Aceh Jaya), Kamis (26/7).
Dalam kunjungan itu, Hasbi Abdullah didampingi Wakil Ketua I dan II DPRA, masing-masing Amir Helmi SH dan Drs Sulaiman Abda MSi, serta Kepala Dinas Bina Marga dan Cipta Karya (Kadis BMCK) Aceh, Rizal Aswandi.
Diakui Hasbi, anggaran untuk pembebasan tanah megaproyek jalan bebas hambatan (highway) lintas timur dari Banda Aceh ke batas Sumut sepanjang 550 kilometer (km) itu memang telah disediakan dalam APBA 2012 tahap I. Jumlahnya, Rp 300 miliar.
Rencana awal, apabila proses ganti rugi untuk megaproyek highway itu tuntas, maka pihak Korea akan menanamkan modalnya untuk membangun jalan raya bebas hambatan itu.
Namun, karena prioritas Gubernur Aceh Zaini Abullah dan Wagub Muzakir Manaf lebih terfokus pada rencana pelebaran dan penuntasan ruas jalan tembus lintas tengah yang akan menghubungkan pantai timur dengan barat dan Aceh pedalaman, sehingga rencana membangun highway itu kini urung direalisasi.
Dalam kunjungan kerja Pimpinan DPRA ke dua lokasi proyek jalan tembus itu, Hasbi Abdullah sempat bertanya apa kendala utama untuk melanjutkan proyek jalan tembus Jantho-Keumala dan Jantho-Lamno.
Hasbi juga kembali bertanya berapa kilometer lagi jalan belum tembus yang harus dibangun. Kemudian, berapa jumlah jembatan yang harus dibuat dan berapa anggaran yang dibutuhkan. “Dan yang lebih penting lagi, apakah izin penggunaan lahan hutan lindung dan alih fungsinya sudah beres?” tanya Hasbi Abdullah.
Menanggapi pertanyaan itu, Kadis BMCK Aceh, Rizal Aswandi mengatakan, untuk ruas jalan tembus Jantho-Lamno sepanjang 60 km, yang belum tembus hanya 8-10 km lagi. Kalau setiap kilometer menghabiskan dana Rp 3 miliar untuk membangun teras badan jalan dengan lebar 9-12 meter, maka total dana yang dibutuhkan adalah sekitar Rp 30 miliar lagi.
Jumlah jembatan yang perlu dibangun pada lintasan jalan tersebut, menurut Rizal Aswandi, sekitar 12 unit. Terdiri atas empat unit jembatan panjang rangka baja 60-120 m dan delapan unit lagi jembatan pendek dan box culver sepanjang 10-40 m. Untuk membangun 12 jembatan itu diperkirakan akan menyita dana sekitar Rp 40-50 miliar.
Sedangkan untuk ruas jalan Jantho-Keumala sekitar 40 km, jalan yang belum tembus mencapai 17 km, melalui kawasan hutan lindung. Untuk memanfaatkan kawasan hutan lindung itu, Pemerintah Aceh harus mengajukan permohonan ke Menteri Kehutanan untuk pinjam pakai dan alih fungsi sebagian lahan konservasi hutan lindung untuk badan jalan yang hendak dibangun.
Menyikapi penjelasan Kadis BMCK Aceh itu, Wakil Ketua II DPRA, Sulaiman Abda mengatakan, kalau seperti itu masalahnya, maka Dinas BMCK Aceh perlu kembali menyurati gubernur dan menembuskannya ke DPRA.
Dalam kunjungan itu, Hasbi Abdullah didampingi Wakil Ketua I dan II DPRA, masing-masing Amir Helmi SH dan Drs Sulaiman Abda MSi, serta Kepala Dinas Bina Marga dan Cipta Karya (Kadis BMCK) Aceh, Rizal Aswandi.
Diakui Hasbi, anggaran untuk pembebasan tanah megaproyek jalan bebas hambatan (highway) lintas timur dari Banda Aceh ke batas Sumut sepanjang 550 kilometer (km) itu memang telah disediakan dalam APBA 2012 tahap I. Jumlahnya, Rp 300 miliar.
Rencana awal, apabila proses ganti rugi untuk megaproyek highway itu tuntas, maka pihak Korea akan menanamkan modalnya untuk membangun jalan raya bebas hambatan itu.
Namun, karena prioritas Gubernur Aceh Zaini Abullah dan Wagub Muzakir Manaf lebih terfokus pada rencana pelebaran dan penuntasan ruas jalan tembus lintas tengah yang akan menghubungkan pantai timur dengan barat dan Aceh pedalaman, sehingga rencana membangun highway itu kini urung direalisasi.
Dalam kunjungan kerja Pimpinan DPRA ke dua lokasi proyek jalan tembus itu, Hasbi Abdullah sempat bertanya apa kendala utama untuk melanjutkan proyek jalan tembus Jantho-Keumala dan Jantho-Lamno.
Hasbi juga kembali bertanya berapa kilometer lagi jalan belum tembus yang harus dibangun. Kemudian, berapa jumlah jembatan yang harus dibuat dan berapa anggaran yang dibutuhkan. “Dan yang lebih penting lagi, apakah izin penggunaan lahan hutan lindung dan alih fungsinya sudah beres?” tanya Hasbi Abdullah.
Menanggapi pertanyaan itu, Kadis BMCK Aceh, Rizal Aswandi mengatakan, untuk ruas jalan tembus Jantho-Lamno sepanjang 60 km, yang belum tembus hanya 8-10 km lagi. Kalau setiap kilometer menghabiskan dana Rp 3 miliar untuk membangun teras badan jalan dengan lebar 9-12 meter, maka total dana yang dibutuhkan adalah sekitar Rp 30 miliar lagi.
Jumlah jembatan yang perlu dibangun pada lintasan jalan tersebut, menurut Rizal Aswandi, sekitar 12 unit. Terdiri atas empat unit jembatan panjang rangka baja 60-120 m dan delapan unit lagi jembatan pendek dan box culver sepanjang 10-40 m. Untuk membangun 12 jembatan itu diperkirakan akan menyita dana sekitar Rp 40-50 miliar.
Sedangkan untuk ruas jalan Jantho-Keumala sekitar 40 km, jalan yang belum tembus mencapai 17 km, melalui kawasan hutan lindung. Untuk memanfaatkan kawasan hutan lindung itu, Pemerintah Aceh harus mengajukan permohonan ke Menteri Kehutanan untuk pinjam pakai dan alih fungsi sebagian lahan konservasi hutan lindung untuk badan jalan yang hendak dibangun.
Menyikapi penjelasan Kadis BMCK Aceh itu, Wakil Ketua II DPRA, Sulaiman Abda mengatakan, kalau seperti itu masalahnya, maka Dinas BMCK Aceh perlu kembali menyurati gubernur dan menembuskannya ke DPRA.
Kemudian, DPRA bersama Gubernur Aceh yang baru dalam melanjutkan program jalan tembus Jantho-Keumala itu, perlu pula menyurati Menhut dan memohon agar diberi izin pinjam pakai atau alih fungsi sebagian lahan konservasi untuk jalan tembus Jantho-Keumala.
Sedangkan untuk rute proyek jalan tembus Jantho-Lamno, baik Amdal maupun izin penggunaan kawasan hutan lindungnya, menurut informasi dari Kemenhut, sudah tidak ada masalah lagi.
Wakil Ketua I DPRA, Amir Helmi SH mengatakan, program pembangunan jalan tembus Jantho-Keumala dan Jantho-Lamno itu memiliki arti yang sangat strategis bagi pemerintah dan pembangunan ekonomi Aceh ke depan.
Sedangkan untuk rute proyek jalan tembus Jantho-Lamno, baik Amdal maupun izin penggunaan kawasan hutan lindungnya, menurut informasi dari Kemenhut, sudah tidak ada masalah lagi.
Wakil Ketua I DPRA, Amir Helmi SH mengatakan, program pembangunan jalan tembus Jantho-Keumala dan Jantho-Lamno itu memiliki arti yang sangat strategis bagi pemerintah dan pembangunan ekonomi Aceh ke depan.
Setelah kedua ruas jalan tembus itu selesai nanti, maka Aceh memiliki jalur alternatif yang sangat strategis dalam pembukaan kawasan ekonomi baru. Di sekitar lintasan kedua jalur itu akan tumbuh kawasan ekonomi baru. Antara lain, akan ada pembukaan lahan pertanian baru, perkebunan, peternakan, dan lainnya.
Lahan baru itu, lanjut Amir Helmi, bisa diberikan kepada eks kombatan GAM yang belum memiliki lahan untuk usaha kehidupan barunya.
Sedangkan dari sisi perhubungan, ketika ruas jalan Banda Aceh-Lamno, mengalami gangguan tanah longsor, terutama di lintasan jalan Gunung Kulu, Paro, dan Geurutee, maka suplai kebutuhan sembako ke Lamno dan Calang bisa ditempuh via Jantho.
Ketua DPRA Hasbi Abdullah sangat setuju dengan apa yang disampaikan Amir Helmi itu. Ia menilai hal itu sebagai upaya untuk mewujudkan isi MoU Helsinki bahwa eks kombatan GAM harus diberi lahan untuk usaha hidup barunya sekitar 2-4 hektare per orang.
“Program itu sampai kini belum terlaksana, padahal itu merupakan hal yang harus dilaksanakan pemerintah pusat maupun Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota, sebagai tindak lanjut dari salah satu butir MoU Helsinki,” ujar Hasbi Abdullah.
Rustam Effendi: Jalan Tembus Beri Efek Ganda
Rencana Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah bersama Wagub Muzakir Manaf dan DPRA mulai tahun 2013 akan melanjutkan pembangunan proyek jalan tembus dan sumber energi baru listrik yang telah terhenti selama dua tahun terakhir, akan memberikan efek ganda yang sangat positif bagi percepatan pembangunan ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, sosial, dan budaya, serta lainnya bagi masyarakat Aceh.
Penilaian itu disampaikan pakar ekonomi Aceh, Rustam Effendi kepada Serambi, Kamis (26/7) kemarin, saat dimintai pandangannya tentang program jalan tembus antarkabupaten/kota di Aceh yang kini menjadi prioritas Gubernur Zaini Abdullah dan Wagub Muzakir Manaf.
“Jalan tembus itu bisa menjadi perekat wilayah dan menghilangkan keinginan sejumlah orang di kabupaten/kota untuk membentuk provinsi baru di Aceh,” kata dosen Fakultas Ekonomi Unsyiah ini.
Penilaian itu disampaikan pakar ekonomi Aceh, Rustam Effendi kepada Serambi, Kamis (26/7) kemarin, saat dimintai pandangannya tentang program jalan tembus antarkabupaten/kota di Aceh yang kini menjadi prioritas Gubernur Zaini Abdullah dan Wagub Muzakir Manaf.
“Jalan tembus itu bisa menjadi perekat wilayah dan menghilangkan keinginan sejumlah orang di kabupaten/kota untuk membentuk provinsi baru di Aceh,” kata dosen Fakultas Ekonomi Unsyiah ini.
Menurut Rustam, keinginan sekelompok orang di Aceh, terutama di pedalaman untuk membentuk provinsi baru sebelum perdamaian Aceh terwujud pada 15 Agustus 2005, itu karena mereka sejak Indonesia merdeka tahun 1945 sampai kini merasa perhatian Pemerintah NAD terhadap pembangunan infrastruktur di daerahnya masih sangat minim.
Akan tetapi, setelah terwujud perdamaian dan Kepala Pemerintah Aceh yang baru dalam visi dan misinya akan memberikan rasa keadilan yang merata antarwilayah di Aceh, mulai dari pantai timur, pedalaman Aceh sampai pantai barat-selatan Aceh dan daerah kepulauan, maka keinginan dan suara untuk memekarkan wilayah Aceh menjadi tiga provinsi sudah tak kedengaran lagi.
Ini artinya, masyarakat di wilayah tengah dan Aceh pegunungan maupun pedalaman dan kepulauan telah mempercayai kembali bahwa Pemerintah Aceh yang baru ini akan memberikan perhatian yang lebih untuk mereka agar bebas dari keterisoliran transportasi dan keterbelakangan pembangunan.
Untuk mewujudkan hal itu, kata Rustam, pemerintah harus membuka jaringan komunikasi dan transportasi darat yang lancar, sehingga ruas jalan tersebut bisa dilalui oleh truk-truk bermuatan 30-40 ton.
“Ini harus dilakukan dengan melebarkan badan jalan dan membuka jalan tembus antarkabupaten, supaya jarak tempuh menjadi lebih pendek dan ekonomis,” ujar mantan staf ahli Bappeda Aceh ini.
Program jalan tembus yang telah menjadi komitmen Gubernur Zaini Abdullah dan Wagub Muzakir Manaf untuk direalisasi dalam masa lima tahun ke depan, menurut Rustam, merupakan langkah yang sangat tepat untuk memberikan rasa keadilan yang merata ke seluruh wilayah Aceh | AT | R | Serambi
Program jalan tembus yang telah menjadi komitmen Gubernur Zaini Abdullah dan Wagub Muzakir Manaf untuk direalisasi dalam masa lima tahun ke depan, menurut Rustam, merupakan langkah yang sangat tepat untuk memberikan rasa keadilan yang merata ke seluruh wilayah Aceh | AT | R | Serambi
0 comments:
Post a Comment
komentar anda...