TAHUN ini pemerintah berencana menambah utang baru Rp 390 triliun untuk membiayai APBN. Hingga Mei 2013, jumlah utang pemerintah Rp 2.023,72 triliun, naik dari akhir 2012 Rp 1.975,42 triliun.
Dari Rp 390 triliun utang baru
tersebut, Rp 341,7 triliun berupa surat utang (obligasi) sementara Rp 49
triliun dari utang luar negeri.
Lewat utang baru tersebut,
berarti, 22,6% belanja dalam APBN-P 2013 yang sebesar Rp 1.722 triliun
dibiayai oleh utang. Arif menyayangkan, dalam keadaan seperti ini
pemerintah malah menurunkan target penerimaan negara yang datang dari
pajak sebesar Rp 53,6 triliun. Sementara pada sisi lain belanja
pemerintah pusat mengalami peningkatan.
Apalagi, dengan penerbitan surat
utang Ro 341,7 triliun di tahun ini, Arif memperhitungkan, kewajiban
pembayaran bunga utang setiap tahun dengan asumsi bunga 5%/tahun adalah
Rp 17,5 triliun.
BBM Naik, Utang Nambah Terus
Meski
pemerintah bakal mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) pada 2013,
hal itu tak mengurangi rencana penambahan utang untuk menyehatkan
kondisi fiskal. Utang tersebut berasal dari penerbitan obligasi senilai
Rp 341,7 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 49 triliun.
"Bisa kita katakan sesungguhnya
22,6% dari APBNP 2013 kita sudah dibiayai oleh utang," kata Anggota
Komisi XI DPR, Arif Budimanta dalam keterangan tertulisnya, Selasa
(4/6/2013).
"Penerbitan utang yang berjumlah
Rp 341 triliun dalam satu tahun anggran ini adalah terbesar dalam
sejarah republik. Sayangnya penerbitan utang ini tidak diikuti perbaikan
kualitas kesejahteraan dari rakyat akibat APBN, infrastruktur yang
buruk, harga-harga melambung tinggi," tutur Arif
Di tengah membengkaknya
pembiayaan yang bersumber dari utang, Arif menyayangkan langkah
pemerintah yang justru menurunkan target penerimaan negara dari pajak
yang mencapai Rp 53,6 triliun. "Sementara pada sisi belanja, pemerintah
pusat justru mengalami peningkatan," tegasnya.
"Kalau kita lihat trend selama
ini, peningkatan utang dan belanja tidak diikuti dengan membaiknya
produktivitas kualitas pertumbuhan pembangunan kita. Harga bahan makanan
bergejolak tidak dapat dikendalikan, pemerataan pembangunan tidak
terjadi yang ditunjukkan oleh gini ratio semakin tinggi, maupun indeks
pembangunan manusia kita yang di bawah rata-rata dunia dan tertinggal
dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand di kawasan ASEAN,"
papar Arif.
Ditambahkannya, tren peningkatan
utang dan belanja pemerintah sayangnya tak diikuti membaiknya
produktifitas kualitan pertumbuhan pembangunan nasional. Hal ini
terlihat dari harga makanan yang bergejolak, pemerataan pembangunan yang
tak terjadi, serta indeks pembangunan manusia yang di bawah rata-rata
dunia.
Utang Indonesia Tembus Rp 2.000 Trilun
Diberitakan detikFinance 16/05/2013, Hingga April 2013, utang pemerintah Indonesia sudah mencapai Rp 2.023,72 triliun, dibandingkan posisi akhir 2012 Rp 1.975,42 triliun.
Utang pemerintah di April 2013 tersebut terdiri dari pinjaman Rp 581,49 triliun, menurun dibanding akhir 2012 Rp 614,32 triliun. Kemudian berupa surat berharga Rp 1.442,23 triliun, atau naik dibanding 2012 sebesar Rp 1.361,1 triliun.
Berikut catatan utang pemerintah pusat dan rasionya terhadap PDB sejak tahun 2000:
Tahun 2000: Rp 1.234,28 triliun (89%)
Tahun 2001: Rp 1.273,18 triliun (77%)
Tahun 2002: Rp 1.225,15 triliun (67%)
Tahun 2003: Rp 1.232,5 triliun (61%)
Tahun 2004: Rp 1.299,5 triliun (57%)
Tahun 2005: Rp 1.313,5 triliun (47%)
Tahun 2006: Rp 1.302,16 triliun (39%)
Tahun 2007: Rp 1.389,41 triliun (35%)
Tahun 2008: Rp 1.636,74 triliun (33%)
Tahun 2009: Rp 1.590,66 triliun (28%)
Tahun 2010: Rp 1.676,15 triliun (26%)
Tahun 2011: Rp 1.803,49 triliun (25%)
Tahun 2012: Rp 1.975,42 triliun (27,3%)
April 2013: Rp 2.023,72 triliun (24%)
Juni 2013: Rp 2.413,72 triliun (ditambahkan rencana penambahan utang 2013)
(*/pelbagai sumber/detik)