BANDA ACEH - Pascadikukuhkan sebagai Wali Nanggroe
Aceh Ke-9, Malik Mahmud Al Haytar resmi menyandang gelar Al Mukarram
Maulana Al Mudabbir Al Malik. Penabalan gelar tersebut ditetapkan dalam
sidang paripurna Istimewa Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di Gedung
Dewan Jl T Daud Beureeuh, Senin (16/12/2013)."Wali Nanggroe
adalah simbol kebesaran daerah dan keutuhan kultural sehingga memiliki
gelar resmi yaitu Al Mukarram Maulana Al Mudabbir Al Malik," kata Ketua
DPRA dalam sambutannya dalam sidang paripurna dewan.
Menurut Hasbi, gelar tersebut penting maknanya sebagai penghargaan atas kewenangan, kekhususan dan kebesaran Aceh sebagaimana tercermin dalam semangat MoU Helsinki yang selanjutnya diimplementasikan dalam UU Nomor 11 Tahun 2006. "Karena melalui kebesaran dan kekhususan inilah perjanjian damai bisa ditandatangani, dan mampu mengakhiri penderitaan panjang rakyat Aceh," sebutnya.
Hasbi menjelaskan Wali Nanggroe diibaratkan sebagai sebagai lanmgit yang mampu melindungi seluruh persada Aceh dari berbagai pengaruh negatif yang dapat merusak keharmonisan kaum di Tanah Aceh.
Gelar Al Mukarram Maulana Al Mudabbir Al Malik dalam literatur sejarah Aceh dipakai pembesar kerajaan baik kepada sultan maupun untuk Wali Nanggroe sebelumnya. Seperti halnya Wali Nanggroe Teungku Mahyiddin dan Teungku di Buket ibnal-Mukarram Maulana al-Mudabbir al-Malik teungku di Tiro yang merupakan Wali Nanggroe ke VI 11 pada Desember 1910 - 3 Juni 1911.
Menurut Hasbi, gelar tersebut penting maknanya sebagai penghargaan atas kewenangan, kekhususan dan kebesaran Aceh sebagaimana tercermin dalam semangat MoU Helsinki yang selanjutnya diimplementasikan dalam UU Nomor 11 Tahun 2006. "Karena melalui kebesaran dan kekhususan inilah perjanjian damai bisa ditandatangani, dan mampu mengakhiri penderitaan panjang rakyat Aceh," sebutnya.
Hasbi menjelaskan Wali Nanggroe diibaratkan sebagai sebagai lanmgit yang mampu melindungi seluruh persada Aceh dari berbagai pengaruh negatif yang dapat merusak keharmonisan kaum di Tanah Aceh.
Gelar Al Mukarram Maulana Al Mudabbir Al Malik dalam literatur sejarah Aceh dipakai pembesar kerajaan baik kepada sultan maupun untuk Wali Nanggroe sebelumnya. Seperti halnya Wali Nanggroe Teungku Mahyiddin dan Teungku di Buket ibnal-Mukarram Maulana al-Mudabbir al-Malik teungku di Tiro yang merupakan Wali Nanggroe ke VI 11 pada Desember 1910 - 3 Juni 1911.