Gaza – : Hampir di
semua negara, buah safron dijuluki sebagai “emas merah” (mungkin karena
harganya mahal layaknya emas), kecuali di Jalur Gaza. Di sana ada buah
lain dan layak dijuluki sebagai "emas merah", yaitu stroberi. Buah ini
bagi warga Gaza merupakan kekayaan bumi yang menghasilkan setiap tahun.
Selain karena kualitasnya diakui dunia terutama di negara-negara Eropa.
Begitu
kita tiba di daerah Beit Lahiya, wilayah utara Jalur Gaza, kedua mata
kita akan melihat area hijau dan rumah-rumah plastik. Itulah yang
disaksikan koresponden Pusat Informasi Palestina saat berkunjung ke
daerah pertanian tersebut, yang penduduknya terkenal menanam stroberi,
karena cuacanya yang selalu sedang ditambah melimpahnya air tanah yang
segar.
Hamparan luas ditanami stroberi
merah seperti manik-manik yang dirangkai selaras dengan keindahan bumi
yang hijau. Di sana kita menikmati alam dan keindahan Palestina yang
sesungguhnya. Namun keindahan itu bukan tanpa kelemahan yang menghalangi
kesempurnaannya.
Kerugian Besar
Isham
Abu Halima, petani Palestina berusia 42 tahun dan memiliki 6 anak,
bekerja di pertanian stroberi sejak bertahun-tahun lamanya, di lahan
pertanian seluas 7 ribu meter persegi yang diwarisi dari ayahnya.
Kepada
koresponden Pusat Informasi Palestina dia menuturkan tentang tanahnya
yang diratapinya dengan kedua matanya yang penuh kesedihan. Koresponden
kami bertanya tentang musim stroberi tahun ini. Dia menjawab: nol nol
nol. Jawaban ini mendorong koresponden kami untuk mempertanyakan tentang
alasannya. Maka dia menjawab, “Situasi perlintasan sangat buruk. Ekspor
stroberi yang kami lakukan tahun ini tidak ada separohnya dari ekspor
kami tahun lalu.”
Sementara itu Ir.
Basyir Anqah, direktur program pada Persatuan Komite Kerja Petani,
kepada koreponden Pusat Informasi Palestina, menegaskan bahwa tingkat
kerugian petani stroberi tahun ini mencapai lebih dari 250 ribu dolar,
ditambah kerusakan total yang terjadi pada puluhan ribu meter persegi
lahan stroberi akibat cuaca ekstrim yang baru-baru ini melanda kawasan.
Mengenai
kerugian yang terjadi selama musim ini, petani Palestina Abu Halima
menegaskan bahwa kerugian mencapai lebih dari 70% akibat penolakan
penjajah Zionis membuka gerbang-gerbang perlintasan untuk eskpor hasil
pertanian dari Jalur Gaza.
Direktur
Jaringan NGO, Amjad Syawa, menilai penutupan gerbang-gerbang perlintasan
merupakan pelanggaran nyata yang dilakukan oleh pasukan penjajah
Zionis. Dia meminta masyarakat internasional agar bergerak untuk menekan
penjajah Zionis supaya membuka gerbang-gerbang perlintasan.
Ketakutan dan Hambatan
Sementara
itu menurut petani Palestina Namr Ma’ruf (40), yang bekerja di
pertanian stroberi sejak lebih dari 15 tahun, penutupan gerbang-gerbang
perlintasan merupakan penghalang utama dan terbesar, yang menghalangi
ekspor hasil stroberi Gaza ke negara-negara Eropa.
Dia
menyatakan bahwa udara dingin dan cuaca ekstrim berdampak sangat
signifikan pada musim tanam. Dia menambahkan, “Salam cuaca ekstrim yang
baru-baru ini melanda kawasan, air menggenangi lebih dari 1,5 ribu meter
persegi dari setiap 3 ribu meter persegi total tanaman stroberi,
sehingga merusak hasil panen stroberi.
Petani
Namr Ma’ruf takut setiap saat tanahnya menjadi target serangan Zionis,
baik itu berupa penghancuran maupun gempuran. Dia mengatakan, “Dalam
perang-perang yang terjadi, mereka (para petani) tidak bisa mengakses
lahan-lahan pertanian mereka karena menjadi target serangan Zionis.”
Lebih dari 2000 keluarga Palestina di Jalur Gaza hidup dari hasil lahan pertanian mereka yang ditanami stroberi. (asw)infopalestina