HINGGA Rabu (18/6) malam belum diperoleh konfirmasi tentang identitas
lengkap para korban kapal tenggelam di Sungai Air Hitam, Kuala Langat,
Selangor, Malaysia. Namun, berdasarkan yang dilansir sejumlah media,
kapal tersebut hampir bisa dipastikan membawa 97 orang WNI asal Aceh
yang sedang dalam perjalanan pulang ke kampung asal mereka.
“Kita akan cross-check ke sana nanti. Biasanya memang begini, menjelang Ramadhan, biasanya mereka (pendatang tanpa izin) akan memakai jalan pintas, memakai perahu-perahu yang mungkin sebenarnya tidak muat begitu atau ada accident di lautan jika mereka kena ombak atau bagaimana, nanti kita akan tahu jika sudah ketemu korban-korban yang terselamatkan,” kata Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Herman Prayitno, sebagaimana dikutip BBC Indonesia.
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Tatang Razak, dalam keterangan tertulis menyebutkan, mereka (para penumpang kapal yang tenggelam itu) adalah pendatang tanpa izin yang berangkat dari Kampung Air Hitam, Pulau Carey, pulang ke Aceh.
Pihak Kedubes RI di Malaysia mengingatkan para pendatang tanpa izin agar tidak nekad pulang menaiki kapal-kapal kecil sarat penumpang tanpa alat keselamatan memadai. Guna mengatasi permasalahan itu, perwakilan Indonesia dan Malaysia sedang mengupayakan pemulangan mereka secara resmi dan aman.
Terkait dengan musibah tenggelamnya kapal kayu tersebut, pihak KBRI Kuala Lumpur sedang berupaya mendapatkan informasi selengkapnya tentang peristiwa tersebut terutama mengenai penumpang, asal keberangkatan dan tempat tujuan akhirnya serta termasuk korban tewas dan yang hilang. Duta Besar RI untuk Malaysia, Herman Prayitno bersama tim Satgas KBRI menuju ke lokasi untuk mendapatkan informasi selengkapnya.
“Pak Dubes juga meminta kepada pihak APMM (Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia) untuk mencari korban yang belum ditemukan,” kata Wakil Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono.
Pihak Kedubes juga meminta para pekerja yang tidak punya izin kerja untuk bersabar dan tidak pulang dengan cara yang berbahaya seperti dengan menumpang kapal-kapal kecil sarat penumpang sehingga tidak terjamin keamanannya.
Saat ini, lanjut dia, guna mengatasi permasalahan tersebut, pihak Indonesia dan Malaysia sedang mengupayakan pemulangan mereka secara resmi dan aman. Pemerintah Malaysia sedang menyiapkan program pemulangan dengan biaya yang terjangkau. KBRI Kuala Lumpur juga akan mengupayakan pemulangan para korban yang selamat dari kapal tenggelam tersebut.
Kapal kayu yang oleh warga lokal di pesisir Malaysia disebut pum-pum tenggelam tak lama setelah tengah malam, pada jarak sekitar 3,7 kilometer dari pantai di luar Kuala Lumpur saat mencoba meninggalkan Malaysia secara ilegal.
Saat ini, puluhan ribu orang Indonesia bekerja secara ilegal di perkebunan dan industri-industri lain di Malaysia. Mereka terkadang menghadapi risiko bahaya dengan menempuh perjalanan dengan perahu-perahu kecil untuk kembali ke kampung halaman, seperti warga asal Aceh setiap menjelang puasa.
Mereka memilih jalan pintas penuh risiko itu bukan tanpa alasan. Sebab, jika pulang melalui jalur resmi, dipastikan status mereka sebagai pendatang haram akan terungkap. Solusi pintas adalah menerima tawaran para penjual jasa di sektor transportasi ilegal dengan ongkos murah jika dibanding kalau harus membayar denda jika tertangkap tanpa dokumen resmi. Begitulah.(nas/dari berbagai sumber/serambinews)
“Kita akan cross-check ke sana nanti. Biasanya memang begini, menjelang Ramadhan, biasanya mereka (pendatang tanpa izin) akan memakai jalan pintas, memakai perahu-perahu yang mungkin sebenarnya tidak muat begitu atau ada accident di lautan jika mereka kena ombak atau bagaimana, nanti kita akan tahu jika sudah ketemu korban-korban yang terselamatkan,” kata Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Herman Prayitno, sebagaimana dikutip BBC Indonesia.
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Tatang Razak, dalam keterangan tertulis menyebutkan, mereka (para penumpang kapal yang tenggelam itu) adalah pendatang tanpa izin yang berangkat dari Kampung Air Hitam, Pulau Carey, pulang ke Aceh.
Pihak Kedubes RI di Malaysia mengingatkan para pendatang tanpa izin agar tidak nekad pulang menaiki kapal-kapal kecil sarat penumpang tanpa alat keselamatan memadai. Guna mengatasi permasalahan itu, perwakilan Indonesia dan Malaysia sedang mengupayakan pemulangan mereka secara resmi dan aman.
Terkait dengan musibah tenggelamnya kapal kayu tersebut, pihak KBRI Kuala Lumpur sedang berupaya mendapatkan informasi selengkapnya tentang peristiwa tersebut terutama mengenai penumpang, asal keberangkatan dan tempat tujuan akhirnya serta termasuk korban tewas dan yang hilang. Duta Besar RI untuk Malaysia, Herman Prayitno bersama tim Satgas KBRI menuju ke lokasi untuk mendapatkan informasi selengkapnya.
“Pak Dubes juga meminta kepada pihak APMM (Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia) untuk mencari korban yang belum ditemukan,” kata Wakil Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono.
Pihak Kedubes juga meminta para pekerja yang tidak punya izin kerja untuk bersabar dan tidak pulang dengan cara yang berbahaya seperti dengan menumpang kapal-kapal kecil sarat penumpang sehingga tidak terjamin keamanannya.
Saat ini, lanjut dia, guna mengatasi permasalahan tersebut, pihak Indonesia dan Malaysia sedang mengupayakan pemulangan mereka secara resmi dan aman. Pemerintah Malaysia sedang menyiapkan program pemulangan dengan biaya yang terjangkau. KBRI Kuala Lumpur juga akan mengupayakan pemulangan para korban yang selamat dari kapal tenggelam tersebut.
Kapal kayu yang oleh warga lokal di pesisir Malaysia disebut pum-pum tenggelam tak lama setelah tengah malam, pada jarak sekitar 3,7 kilometer dari pantai di luar Kuala Lumpur saat mencoba meninggalkan Malaysia secara ilegal.
Saat ini, puluhan ribu orang Indonesia bekerja secara ilegal di perkebunan dan industri-industri lain di Malaysia. Mereka terkadang menghadapi risiko bahaya dengan menempuh perjalanan dengan perahu-perahu kecil untuk kembali ke kampung halaman, seperti warga asal Aceh setiap menjelang puasa.
Mereka memilih jalan pintas penuh risiko itu bukan tanpa alasan. Sebab, jika pulang melalui jalur resmi, dipastikan status mereka sebagai pendatang haram akan terungkap. Solusi pintas adalah menerima tawaran para penjual jasa di sektor transportasi ilegal dengan ongkos murah jika dibanding kalau harus membayar denda jika tertangkap tanpa dokumen resmi. Begitulah.(nas/dari berbagai sumber/serambinews)