Jika turunan UUPA tersebut tidak tuntas, Zaini sangat mengkhawatirkan kedepan rakyat Aceh akan kehilangan kepercayaan kepada Jakarta, dan bukan tidak mungkin hal ini akan kembali membuat masyarakat marah dan kembali mengangkat senjata.
kabereh.com Lebih dari 29 tahun konflik terjadi di Aceh. Selama itu pula ribuan
nyawa hilang. Di dalamnya terdapat sejumlah wartawan yang juga ikut
menjadi korban kekejaman konflik. Sebut saja Ersa Siregar, wartawan RCTI
yang meninggal terkena timah panas konflik.
Bagi Gubernur Aceh Zaini Abdullah, wartawan merupakan salah satu ujung
tombak yang berada di garis depan mengabarkan berita pada masa konflik.
Ia menyebutkan wartawan sebagai salah satu pejuang Aceh pada masa
lampau.
Menurutnya, selain mengalami kepedihan, wartawan tidak takut kehilangan
nyawanya untuk bersama-sama dalam perjuangan apa pun di masa lalu.
“Dalam perjuangan memakai senjata dulu, banyak kita lihat wartawan
meninggal bersama gerilyawan dan pejuang-pejuang lainnya,” ujar Zaini
Abdullah saat Peringatan 9 tahun perjanjian damai Aceh (15/8) di halaman
Masjid Raya Baiturahman.
Pada 2005 silam, Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka sepakat
menakhiri konflik dan saling berjabat tangan. Semua pertikaian diakhiri,
rakyat Aceh keluar dari bayang-bayang ketakutan. Saat ini sudah 9 tahun
rakyat Aceh merasakan udara segar tanpa suara letusan senjata.
Gubernur yang akrab dengan sapaan Doto Zaini ini mengatakan, perjuangan
saat ini bukan lagi dengan senjata, namun pena. Kata Zaini, sekarang
wartawan, organisasi sipil, dan rakyat harus sejalan dengan pemerintah
untuk memperjuangkan pembangunan dan membereskan kekhususan Aceh.
Menurut Zaini, salah satu urusan yang belum selesai setelah 9 tahun Aceh
damai adalah realisasi Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) yang
merupakan amanah dari perjanjian damai atau MoU.
“Salah satu yang penting bagi saya adalah memperjuangkan UUPA ini,” kata Doto.
Gubernur Aceh dalam pidato saat peringatan tersebut mengaskan bahwa
perang fisik di Aceh memang sudah usai sejak 15 Agustus 2005 yang silam,
namun perang politik masih belum usai.
"Perang fisik di Aceh sudah usai sejak 2005, namun kita akan terus
berperang secara politik kepada pemerintah pusat," tegas gubernur.
Perang politik akan terus berlanjut selama pemerintah pusat belum
merealisasikan janji janji yang telah disepakati dalam butir-butir
Memorandum of Understanding (MoU) Helsinky, jelas gubernur menambahkan.
"Kita akan terus berperang secara politik jika pusat tidak tepat janji," tegasnya lagi.
Gubernur mengungkapkan, hingga 9 tahun damai Aceh, hingga saat ini pusat
masih ingkar dan belum menuntaskan beberapa poin penting yang menjadi
kesepakatan MoU antara RI dan GAM kala itu.
"Pemerintah pusat jangan main-main soal ini, dan jangan tunggu rakyat Aceh marah," tegas gubernur.
Jika turunan UUPA tersebut tidak tuntas, Zaini sangat mengkhawatirkan
kedepan rakyat Aceh akan kehilangan kepercayaan kepada pemerintah pusat,
dan bukan tidak mungkin hal ini akan kembali membuat masyarakat marah
dan kembali mengangkat senjata.